INDONESIAN FOLK & PRIMITIVE ART / ETHNOGRAPHICA & ANCIENT ART patinantik@gmail.com +62-878-3901-8182
Friday, November 24, 2017
JAVANESE KINNARA KINNARI
KINARA KINARI
Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesia
Original
Awal abad 20
Cat tulang pewarna alami & prada diatas kayu nangka
Kinara : 47 cm tinggi 38 cm
Kinari : 44 cm tinggi 34 cm
Yogyakarta, Indonesia
Original
Early 20th C
Bone base natural & gold pigments on jackfruit wood
Kinnara : (W) 47 cm (H) 38 cm
Kinnari ; (W) 44 cm (H) 34 cm
Figur yang berasal dari tradisi Hindu - Buddha yang sudah ada di Nusantara sejak masuknya agama-agama tersebut diawal Masehi.
Kinara sosok sang laki / jantan dengan pasanganya Kinari (perempuan / betina) digambarkan sebagai sosok mahluk surgawi separuh manusia separuh burung. Kehadirannya untuk memproteksi segala hal kebaikan di dunia, mewakili keindahan, seni, irama musik (suara merdu), harmonisasi dan ikatan cinta kesetiaan karena keduanya merepresentasikan pasangan yang paling hakiki (tercipta satu sama lain).
Perbedaan konsep visual untuk Kinara-Kinari dalam agama Hindu dengan Buddha mungkin hanya sedikit sekali, semua kembali pada tradisi seni setempat dimana kedua mahluk ini diwujudkan. Walau ada kecenderungan sosok ini dalam agama Hindu berwujud manusia hanya pada bagian kepala, selebihnya berbentuk burung. Sedangkan dalam agama Buddha lebih sering berwujud manusia dari kepala hingga pinggang atas, sedangkan dari pinggang kebawah berwujud kaki burung yang dilengkapi sayap terbentang.
Pudarnya masa kejayaan Hindu-Buddha di tanah Jawa pada perkembangan era berikut tidak membuat figur ini hilang begitu saja dalam kehidupan masyarakatnya. Ber-evolusi secara perlahan merasuk dibawah sadar menjadi bagian tradisi budaya Jawa tampa mengaitkan secara erat dengan unsur agama muasalnya. Hal sama juga terjadi pada banyak jenis tradisi Jawa dan Nusantara lainnya.
Metamorfosa bentuk fisik menyesuaikan budaya setempat pada Kinara-kinari ini bisa menjadi unik dan drastis. Seperti misal kehadiran bentuk gelung rambut konde Jawa pada sang Kinari akan menjadi pembeda yang dramatis dengan bentuk muasal aslinya. Perubahan / metamorfosa ini tidak berdiri sendiri, secara fisik & magna erat kaitannya dengan benda tradisi lainnya seperti Garuda / Manuk-beri, Gambyong wayang hingga patung Roloblonyo.
Secara penempatan-pun berkolerasi / mirip dengan salah-satu atau salah-dua dari benda yang disebutkan diatas, ditempatkan dimuka atau dalam ruang sentong joglo, seakan-akan benda ini mewakili kehadiran Manuk-beri sekaligus Roloblonyo.
Jika Manuk-beri dan Loroblonyo dipraktekkan secara relatif luas dalam tradisi Jawa baik dikalangan Priyayi hingga rakyat kebanyakan, tidak demikian halnya dengan Kinara-Kinari.
Hanya ditemukan dalam lingkup kecil seni rakyat, Kinara-Kinari menjadi jejak tradisi terakhir perjalanan mahluk dari surga ke tanah Jawa sejak jaman kerajaan Hindu-Buddha.
Zold - Surabaya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment